Sambangi DPRD Kota Tangerang, Aktivis Desak Dewan Dukung Petisi “Cut Off” Kerjasama Pengolahan Sampah
Tangerang,
Pimpinan DPRD Kota Tangerang menerima aktivis Warung Pojok (Warjok) yang terdiri dari aktivis Lingkungan Hidup, Bambang Wahyudi, Aktivis Sosial, Saeful Basri dan Pengamat Politik dan Kebijakan Publik, Adib Miftahul, Selasa, 2 September 2025.
Kedatangan para Aktivis tersebut meminta legislatif untuk mendukung petisi yang bakal digulirkan kepada masyarakat kota Tangerang dan juga mendesak jajaran DPRD untuk menggunakan political will guna mendorong dan menekan Pemkot Tangerang memutuskan kerjasama dengan PT Oligo Infra Swarna Nusantara (Oligo). Sebab sejak dilakukan penandatanganan Perjanjian Kerjasama (PKS) pada Maret 2022 lalu hingga saat ini PT Oligo belum juga mengoperasikan proyek Pengelolaan Sampah menjadi Energi Listrik (PSEL,) ramah lingkungan.
“Kami mengapresiasi masukan dari teman-teman aktivis. Selanjutnya dengan pimpinan DPRD dan anggota dewan yang lain, masukan ini akan kita bawa berkomunikasi dengan eksekutif dan memang dari legislatif juga mendukung kejelasan soal kerjasama pengolahan sampah ini. Karna soal sampah ini prioritas harus segera diselesaikan,” ujar Ketua DPRD Kota Tangerang, Rusdi.
Dia menandaskan, kerjasama antara Pemkot Tangerang dengan PT Oligo terkait PSEL yang tengah berjalan namun belum terlihat progresnya, dia menyarankan Pemkot Tangerang dapat mengambil langkah alternatif supaya permasalahan sampah di Kota Tangerang dapat ditangani secara optimal.
“Pemkot Tangerang bisa mengambil langkah alternatif yang lain sambil menunggu hasil dari kerjasama tersebut. Kita juga menunggu apa yang menjadi arahan dari pemerintah pusat terkait masalah sampah di Kota Tangerang ini,” paparnya.
Ditempat yangg sama, Wakil Ketua DPRD, Andri S Permana menyampaikan permasalahan sampah di Kota Tangerang yang dinilai sangat krusial dan dihadapkan dengan waktu. Sebab, produksi sampah di kota Tangerang kian hari makin bertambah volumenya. Sedangkan daya TPA Rawa Kucing, Kecamatan Neglasari hampir sudah tidak dapat menampungnya.
“Bagaimanapun juga yang kita pahami dan kita sadari bersama, sampah ini kan menjadi permasalahan paling problematik. Kepedulian kawan-kawan itu memberikan kita banyak usulan-usulan,” kata Andri.
“Tapi yang paling penting bahwa kita akan selalu berhadapan dengan waktu karena produksi sampah itu setiap harinya akan selalu ada dan bertambah. Bagaimana caranya pemerintah kota Tangerang bisa bertindak cepat dan tepat untuk melakukan kebijakan yang paling tepat untuk melakukan pengelolaan sampah. Diharapkan permasalahan ini tidak berlarut-larut,” pungkasnya.
Sementara Pengamat Kebijakan Publik, Adib Miftahul mengatakan langkah dukungan DPRD Kota Tangerang dalam hal petisi dan pengakhiran kerjasama dengan Oligo sangat penting untuk memastikan agar uang rakyat dan hak rakyat atas pengelolaan sampah terlayani dengan baik.
“Dukungan DPRD ini penting, nanti DPRD akan dicap masyarakat kota Tangerang sebagai pahlawan aspirasi dalam menyelamatkan uang rakyat. Sebab, perjanjian kerjasama (PKS) antara Oligo dan Pemkot Tangerang sangat memberatkan anggaran. Tidak ada alasan untuk mempertahankan PKS ini. Apalagi Oligo sudah wan prestasi. Sebab Oligo hingga saat ini belum melakukan aktifitas yang berarti sesuai amanah isi PKS, yakni belum ada amdal, belum juga membangun lokasi pengoperasian PSEL (Pengelolaan Sampah menjadi Energi Listrik) ramah lingkungan,” ungkap Adib.
Maka itu kata Adib, dirinya bersama aktivis lainnya mendesak adanya dukungan pihak DPRD melalui political will meminta Pemkot untuk segera memutuskan kerjasama dengan PT Oligo. Adib menyebutkan, kerja sama tersebut yang memberatkan warga Kota Tangerang yaitu terkait tipping fee yang menjadi beban APBD Kota Tangerang selama kerja sama berlangsung. Kalau kerja sama tersebut dilanjutkan, Pemkot Tangerang dibebani tipping fee sebanyak Rp310 ribu per ton sampah yang harus dibayarkan. Dengan estimasi sehari 2 ribu ton, sehingga jika diakumulasi Pemkot harus mengeluarkan Rp620 juta per harinya, jadi Pemkot membayarkan tipping fee sebanyak Rp18.600.000 setiap bulannya.
“PerPres 35 tahun 2018 PLTSa era Jokowi dengan status Proyek Strategis Nasional (PSN) ini sangat dipaksakan. Buktinya sampai saat ini hanya Surabaya dan Solo yang beroperasi. Saya mencurigai dan menduga bahwa Oligo ini berani melakukan PKS karena punya bekingan pemerintah pusat zaman rezim lalu dan tergiur bakal punya keuntunggan besar, tapi ujungnya hanya ingin menghisap uang rakyat Kota Tangerang. Kenapa? Sampai sekarang minim pergerakan. Dan Dari 12 kota yang kena PerPres, hanya Solo yang tidak salah tidak dikenakan tipping fee. Maka Ini sudah tidak tepat dan perlu dibatalkan, karena kalau dilanjutkan akan menjadi beban APBD Kota Tangerang,” pungkasnya.
Sementara itu Aktifitas Lingkungan Hidup, Bambang Wahyudi mengatakan, bahwa jajaran DPRD memberikan dukungan terkait petisi ‘ Cut Off’ PT Oligo. Bambang yang juga warga Kecamatan Neglasari, dimana dia merupakan salah satu warga yang terdampak keberadaan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Rawa Kucing, mendesak Pemkot Tangerang segera memutuskan kerja sama dengan PT Oligo lantaran hingga saat ini tidak ada progres yang dijalankan dalam pekerjaannya yang tertuang dalam perjanjian kerja sama dengan Pemkot Tangerang
“Sudah 33 tahun kami terdampak. Karena kami menganggap PT Oligo telah gagal, kami telah mendapatkan dukungan jajaran DPRD, maka kami meminta Pemkot segera cut Off PT Oligo secepatnya,” tegas Bambang.
Dia menambahkan, TPA Rawa Kucing memiliki luas 34 hektar. Sampah terus menggunung meski sudah ada mesin pengolahan sistem RDF karena menampung sampah dari 104 kelurahan.
“Kita harapkan Pemkot mengganti PT Oligo dengan pihak pengelola lainnya, kita juga sangat mengharapkan metode PSEL tetap bisa dijalankan,” tandasnya.
Senada dikatakan Aktifis Sosial Kita Tangerang, Saeful Basri, jika PT Oligo sudah tidak mampu menjalankan kerja sama tersebut, ada baiknya Pemkot Tangerang memutuskan kerjasama dengan Oligo.
“Menurut kami ini sudah termasuk wanprestasi. Yang kami dengar malah mereka mengajukan addendum ke dua,” ujarnya.
Saiful Basri yang kerap disapa Marsel menilai, Pemkot Tangerang maupun DPRD harus mengambil langkah tegas dan harus ada intervensi dari pemerintah pusat mengenai permasalahan ini.
Menurutnya, Pemkot Tangerang sudah mampu melakukan pengelolaan sampah dari hulu hingga hilir seperti insenerator dan metode sistem RDF. “Sudah ada beberapa program terkait sampah yang sudah dijalankan Pemkot Tangerang dengan baik. Tinggal dimaksimalkan,” katanya.
Saiful Basri meminta Pemkot Tangerang lebih serius dengan memutus kontrak kerja bersama Oligo. Kebijakan tersebut merupakan warisan pemerintahan terdahulu dan tidak harus dilanjutkan jika memang merugikan. “Kalau kerja sama harusnya sama-sama menguntungkan. Kami menilai kebijakan tersebut penuh dengan kepentingan politik,” pungkasnya. (*)